15 Tempat Menarik di Bali Yang Asyik untuk Berduaan.

Senin, Oktober 31, 2016


Baru juga dikasih tau rencana om brewok mau ngajak iMom ke Manado dan lanjut Bali, senangnya sudah sampe ke kening. Senyuum terus sepanjang hari.
Semangat packing, semangat buka IG liat tempat hangout yang oke, apalagi kali ini bepergian berdua saja tanpa the brondong blues yang artinya iMom boleh pilih tempat sesukanya tanpa harus sering masuk dan duduk lama di kafe musik, yah...maklumlah sudah sedikit berumur gampang masuk angin dan suka berasa tersesat kalo kelamaan sampe jauh malam di tempat hingar bingar penuh asap rokok!.

Walaupun sudah beberapa kali pergi berduaan ke Bali, sukacita nya tetap tak tergantikan dengan sukacita ke destinasi lain yang lagi hits di dunia sosmed. 
Bali tetap number one.
Di awali dengan sehari ke Manado dan sempatkan menikmati kuliner dan jalan-jalan ke tempat oleh-oleh belanja cakalang fufu dan kue-kue khas Manado. Malamnya balik ke Makassar dan besok paginya lanjut ke Bali. Yeay!!!!

Biaya transportasi dan makan jadi urusan om brewok, selebihnya jadi urusan iMom. Mulai dari memilih dan booking kamar hotel lewat Traveloka, pesan grab dan rent car, jadi copilot dengan google map serta bikin itinerary yang tentu berbeda dengan itinerary  liburan kami bersama the brondong blues, juga itinerary saat mereka ke Bali bersama teman dan sepupunya yang lebih fokus ke pantai-pantai, destinasi yang jadi ikon Bali, tempat makan fastfood yang keren dan kafe-kafe musik yang hip dan meriah di seputaran kuta. 


Itinerary honeymoon ala-ala ini lebih fokus pada spot-spot cantik dengan view pantai, sawah, kuliner dan kue enak di area Seminyak, Petitenget, Sanur, Jimbaran dan Ubud, dan sudah pasti interiornya harus menarik dan sangat instagramable.  


Berry Hotel kami pilih karena letaknya yang strategis di jalan Dewi Sri yang lengkap fasilitas makan, belanja, dekat ke Pantai Kuta, dekat ke MCD, Starbuck dan pertokoan, hanya berjalan kaki ke Krisna dan Agung pusat oleh-oleh, dan dilewati Sunset Road yang semakin menjadikan hotel ini dekat ke manapun termasuk ke Kerobokan.
Ini kali ke dua kami nginap di Berry Hotel yang semua staff nya ramah dengan sikap bersahabat, suasana indoor dan outdoor yang menyatu, kamar luas bersih menghadap poll yang di sertai balkon nyaman untuk duduk bersantai.

Untuk transportasi dari bandara ke hotel kami menggunakan taxi bandara walopun harganya lebih mahal tapi gak pake ribet tawar menawar dan supirnya relatif lebih sopan. Selama tiga hari dua malam di Bali kami memilih menggunakan Grab Car yang lebih mudah, cepat tiba, murah, nyaman dan kebetulan ada promo diskon 30% untuk semua tujuan pengguna grab Car. 
Jika terpaksa harus menggunakan taxi, kami memilih taxi Blue Bird  karena taxi lokal di Bali suka memasang harga tinggi padahal jarak cuma seputaran Kuta dan kebanyakan taxi tidak menggunakan argo.  
Di hari ke dua tujuan Ubud kami menggunakan rent car.
 
  • day 1
Mendarat pagi di Bandara Internasional Ngurai Ray kami mampir simpan tas di hotel dan ganti sendal biru yang matching dengan outfit tema biru selama di Bali, dan bergegas ke Livingstone Cafe and Bakery tempat sarapan yang lagi hits di Petitenget, walopun sebelumnya di Kopi Tiam Bandara Internasional Hasanuddin Makassar sudah sempatkan ngopi ngeteh dan ngobrol cantik dengan rombongan crew Celebes TV yang juga mau liburan ke Bali.

Oh iya, belakangan ini jika packing iMom usahakan memilih wana outfit yang masih satu tema supaya pilihan tas, sepatu, dan kudung nya bisa senada dan gampang untuk di mix en match. Misalnya nuansa krem, nuansa netral, atau nuansa hitam putih aksen biru seperti kemarin. 

  
Sarapan di Livingstone Cafe and Bakery, Petitenget Bali.
iMom dan om brewok jadi satu-satunyanya pribumi diantara pengunjung bule dan Jepang di cafe ini.
Cafe di Petitenget Kerobokan ini hits dengan breakfast sebagai menu utamanya.
Hot Cappucino untuk om brewok, Earl Grey Tea untuk iMom, dan Banana Bread Puding yang enak sekali untuk berdua.
Cafenya kereen style industrial ala Bali. 
Kerobokan ini area wajib kunjung om brewok untuk bernostalgia saat menetap disini semasa bujang dan masa awal bersama iMom. The brondongs blues datang setelah kami pindah ke Denpasar. 
Di lantai cafe ini dua ada Buro, konsep kafe masa kini yang menggabungkan studio kopi, co working dan concept store.


Beachwalk Kuta Bali.
Harus pantai dan sunset, itu agenda ke Bali om brewok berikutnya yang nda perlu di diskusikan lagi. Walopun dua hal ini berlimpah ruah di Makassar.
Walopun pantai di itinerary sudah iMom susun jauh di bawah, eeh si om keukeuh ke pantai siang bolong.
Si om maunya motret pantai tapi taulaah siang bolong iMom takuut investasi kulit muka berakhir sia-sia jadinya ngider sajalaah di seputaran indoor Beachwalk sambil nunggu  si om yang ngalah motret pantai dari lantai atas saja. Padahal kepengen lagi duduk santai di area roof top tapi matahari masih sangatlah terik. Ya gitu deh kelakuan turis domestik kan, bukannya menantang bersuka cita malahan berlari menghindari matahari.

Balik ke hotel karena capek, kenyang dan ngantuuuk pengen tidur sebentaran saja sebelum lanjut menikmati sunset di Potato Head.



Potato Head
Ini om mati kiri sama Potato Head Krobokan yang katanya ex Mesjid hotel tempatnya shalat jaman membujang di Batu Beliq Krobokan.
Aaah...sunset indah sekali dilihat dari sini.


Motel Mexicola Petitenget Bali.
Setelah menikmati atmosfir Potato Head yang kasual, relaks, vintage kontemporer, kami menuju Motel Mexicola dengan berjalan kaki untuk ketemuan dengan sahabat dari Makassar yang kini menetap di bali.
Motel Mexicola ini selalu rame setiap malam. Musiknya keren, suasana indoornya unik dan tematik, pengunjungnya kasual dan spontan menari berdansa, dan menunya juara. Fresh dan sehat!
  • day 2
Hari kedua ini kita rent car untuk tujuan Ubud, Sanur dan Jimbaran jika memungkinkan. Dan ternyata tidak karena waktunya yang sempit.
Kita memang tidak terlalu terpaku itinerary, sesantainya saja sambil menikmati setiap moment tanpa harus terburu-buru. yaah namanya juga honeymoon ala-ala kaan.

 
Brunch di Malioboro Ayam Tulang Lunak.
Gak tau kenapa iMom dan om brewok lapar minta ampun sampe rada lemees. Pdahal kita tidak terbiasa sarapan nasi. Tapi pagi jelang siang itu kita maunya makan nasi. Harus nasi lengkap lauk pauk dan harus menu rumahan. Jadinya kita mampir sini sebagai tamu kedua di resto yang masih sepiii ini untuk menikmati Kangkung plecing, sambel goreng teri, ayam goreng lunaknya, dan nasi tentunya.
Resto ini selalu rame pengunjung yang datang dengan bis-bis pariwisata untuk makan siang, seperti kali pertama iMom kesini bersama teman-teman.


Tegalalang Rice Terrace Ubud.
Ini tujuan wajib iMom setiap ke berkunjung ke Ubud. iMom bilangnya sepanjang jalan kerajinan tangan dengan view sawah berundak.

Di desa wisata Pekraman Tegallalang ini iMom selalu mampir menambah koleksi atau sekedar melihat-lihat ke kios-kios souvenir patchwork dan crochet yang letaknya menurun sepanjang tebing. Warna-warninya memikat hati. 
Siang itu berdua om brewok menelusuri kafe-kafe cantik yang letaknya bersusun menurun sepanjang bibir tebing berhadapan langsung dengan sawah berundak. Cantik dan selalu ada efek WOW di setiap sudut.

Bersama google map sepanjang jalan kami menelusuri rute yang berbeda dari rute jaman kami sering bolak-balik nyetir sendiri ke Ubud mengantar teman-teman yang berkunjung ke Bali. Sekarang gantian kami yang jadi tamu di Ubud nda gak pernah nyetir sendiri lagi karena kalo bersama the brondongs blues mereka tidak begitu tertarik mengujungi Ubud. Jadi kemaren itu pertama kalinya om brewok kembali nyetir sendiri ke Ubud. Karena melewati jalur berbeda, daripada bolak-balik nanya mendingan kita bersama google map saja. 
Sayangnya kita lupa-lupa ingat jalan ke tempat gallery lukis pak Agung. Pelukis tempat iMom dulu sering memesan lukisan untuk mengisi interior beberapa bank di Makassar. Pak Agung ni yang ngasih nama Nakula dan Sadewa kepada the brondong blues yang kala itu masih berusia sekitar tiga tahun yang tidak berhenti bergerak kesana kemari. ooh...i miss that moment.


Monsieur Spoon Ubud.
Our next cozy corner.
French bakery and coffee 

Cafe indoor outdoor khusus pecinta french pastries, crepe! en cake, homemade chocolate, viennoiseries, bread, healthy food and....ah, datanglah sendiri jika suka. iMom pilih ice cappuccino en French chocolate cake yang low sugar dan gluten free. Juga take away raisin danish dan plain croissant utk cemilan setelah 'acara tengah malam' nanti. Pssttt. 
Puas keliling Ubud dan cuci mata, kami lanjut ke Jalan Kayu aya.


Ini area baru yang kini hits mengalahkan Legian. Sepanjang jalan lebih cantik dari segi bangunan yang tematik, butik, kafe, toko, butik mall yang estetik, dan jauh dari suasana pedagang kaki lima seperti di Legian.


Titik Temu Coffee Jalan Kayu Aya Bali. 
Tempat asyik ketemuan berdua atau rame-rame.
Di sepanjang jalan Kayu Aya, kafe ini sejajar satu garis dengan Sisterfields Cafe, Monsieur Spoon Seminyak, Tokyo Skipjack fave om brewok, Kopi Kultur, dan The Junction Restaurant yang Instagramable. Cocok buat yang suka duduk cantik, chat en klik.
Dan masih banyak lagi yang eye catching.
Yang jelas bikin iMom double happy dengan area ini adalah dengan hadirnya my fave sejak jaman dulu Bali Bakery yang sudah buka tapi sebagian masih on construction.
Titik Temu Coffee yang terletak menjorok ke dalam ini adalah kafe outdoor milik Raisa yang sering jadi tempat berkumpul komunitas di Bali. Setiap wiken ada live jazz music dan akustikan.


La Luciola Pantai Petitenget Seminyak Bali.
Moderen Italian resto ini juga area wajib kunjung karena menyimpan kenangan spesial semasa om brewok membujang di Batu Beliq menikmati sarapan pagi sambil membaca koran agenda wiken joblonya dulu, juga saat awal kami bersama.
Jika ada keluarga dekat yang berkunjung ke rumah kita di Denpasar bisa dipastikan selalu kita ajak menikmati pantai dari sini, termasuk mamie dan kakaknya yang suka sekali suasana indoor outdoor resto cantik ini, juga pizza dan steaknya yang mmm... yummy.

Dari resto ini setelah puas berfoto suasana malam pantai kuta, rencana mau lanjut ke Jimbaran karena sudah lapar dan sudah kangen makan ikan bakar di suasana pantai.  Di itinerary nya malah ada sunset di The Rock Bar Ayana Resort tapi ya gitu deeh keinginan selalu melampaui kemampuan waktu, apalagi om brewok pengen lanjut ke Sanur untuk ketemuan dengan sahabat lamanya sekaligus pengen ngopi. Si om belum stabil bawa badan kalo belum ketemu strong coffee nya Kopi Kultur. Sayangnyaa Rumah Sanur tutup minggu malam itu. Jadinya kita balik ke kuta, parkir mobil dan jalan kaki menuju jalan Pantai Kuta. Rada pegel dan rada ngantuk tapi sama sekali gak ada niat mampir ke kafe yang pecah suasana musik seperti jaman kemaren, padahal sudah berdiri lama depan Hard Rock Cafe dan iMom sudah gak merasakan lagi makan burgernya yang enak.
Tapi sebelumnya teuteuup mampir di Hard Rock Shop.
Biasalaah yaa om brewok selalu pengen nambah koleksi. Sayangnya koleksi kemeja yang di display kebetulan gak ada yang menarik hati, kaos-kaosnya juga terlalu biasa desainnya. gak ada sesuatu yang barulaah.

Di jalan-jalan kali ini om brewok semakin selektif milih tempat makan. Kalo sudah curiga dikiiit aja, langsung cari alternatif ke tempat lain. Daripada kejauhan jalan, dan imom males di ajak mampir ke Center Stage Hard Rock, jadinya kita milih Pizza Hut Pantai Kuta, untuk tiga hal: karena tepar mau luruskan kaki, numpang charger, dan ya itu tadi...si om cari aman takut gak sengaja ngunyah bebong. 
Kita kembali ke selera asal yang paling aman buat om brewok. Kita duduknya di indoor saja, berbeda jika bersama the brondongs blues pasti kita duduknya diluar menikmati suasana lalu lalang kuta yang gak pernah sepi.
 
Kuta macet. Stuck. Sekian... untuk malam ini.
Balik hotel, capek dan ngantuuks.
  • day3

Selamat pagi Pantai Kuta. 
Melihat sisi kontras Pantai Kuta dari hingar bingar Legian nightlife.
menikmati suasana pantai kuta dan sekitarnya saat masih sepi dan sedikit gelap. Ini acara tetap om brewok memotret suasana sepi Bali saat belum sepenuhnya bangun dari suasana hingar bingarnya di selingi jogging dan cuci mata.

Anomali Cafe Jalan Dewi Sri Kuta.
Dari pantai Kuta kita lanjut breakfast disini. 
Ada Strong American Coffee buat om brewok, Paradise Tea yang enak untuk iMom, serta Danish Roll untuk berdua di Anomali Coffee, kafe kecil dekat hotel yang beratmosfir rustic elegance.
Balik ke hotel, mandi, packing, masih ada beberapa tujuan, lalu ke bandara.

Tidak berniat  ke Krisna Pusat oleh-Oleh sekalipun tetap harus mampir kalo jadi adeknya zeus Oltjes my sister. Selalu adaaa aja titipannya walopun daster, mukena, souvenir, pia, dan lain-lainnya itu sudah lama gak pernah lagi ikutan dalam list belanja. Tapi tetaap kalo untuk kacang kapri Bali yang ndut garing dan banyak peminatnya itu harus selalu ikut pulang ke Makassar.  Kali ini homemade soap aroma rose yang di packing kertas putih daur ulang, body butter macadamia dan banana, juga ikut ke Makassar. VooR ngana my sist...
Balik ke hotel yang jaraknya cuma beberapa langkah dari pusat oleh-oleh ini untuk check out tapi masih titip koper dan lanjut ke Sanur.



Rumah Sanur Creative Hub.
Co Working Space. 
Konsep yang memadukan tempat berkumpul perorangan, kelompok dan komunitas untuk bekerja dengan fasilitas lengkap setara business centre. Bersantai dengan adanya cafe, disini namanya Kopi Kultur. Hanya kopi terbaik. Juga tempat workshop dan berkumpul para pebisnis dibidang kreatif.
Asyik deh tempatnya. Ownernya,
pak Ayib adalah sahabat lama om brewok yang juga founder Mata Merah Design And creative Communication juga Kopi Kultur Bali.
Berada disini seperti berada di rumah sendiri. Bekerja, bersantai dan membentuk jejaring.
Dan ya, disini makanannya enak dan kopinya sudah tentu mantap. Sekali lagi om brewok menikmati strong coffee racikan barista Kopi Kultur,  nasi goreng kambing yang kata si om jauh lebih enak dari nasi goreng kambing Kebon Sirih, dan Tuna Sandwich buat iMom. menu ini juga juara karena tunanya demikian enaknya bikin kepengen balik lagi nanti.


Boardriders Kafe Legian.

Dari ketemuan sahabat lama di Rumah Sanur Creative Hub, kini mampir melonjorkan kaki yang nda pernah berhenti gatal di salah satu titik berhenti di sepanjang garis jalan Legian.
Cafe linier yang menjadi bagian Quiksilver Store ini juga di lengkapi barbershop di ujung kanan sebelah dalam. L
antai dua kafe ini ternyata nyaman juga lho untuk duduk menikmati suasana. Etapi kafe pojokan yang di sebelah kafe ini juga menarik untuk di jajal di kunjungan berikutnya. Semoga bisa balik lagi. Ada ice chocolate, manggo pineapple smoothie dan satu scoop caramel gelato untuk iMom dan om brewok sambil menikmati pergantian suasana ke irama denyut malam yang menghentak, hingar bingar dan liar. Saatnya mari jo torang balik kanan....graak!
Dan ini kafe terakhir yang kita singgahi sebelum balik ke hotel mengambil koper dan lanjut ke bandara.


Resto Mandai Ngurah Ray International Airport.
Mampir disini untuk mengisi perut supaya gak lapar di udara dengan Mie Bakso untuk om brewok, Ayam Sambel Matah yang gurih pedes ini untuk iMom sebagai menu penutup sebelum boarding. Nanti mau coba bikin sendiri aah sambel matah ini.

Daan,
masih ada banyaaak pilihan tempat dan sudut yang instagramable yang belum dan harus di datangin untuk kunjungan berikutnya. aahh...semoga masih disehatkan dan dipanjangkan umurnya ya. Aamiin Ya Rabbal Alamiin.
Tapi kini, yang utama bukan lagi faktor makanannya karena kebanyakan tempat makan di Bali menunya sering campur dengan yang tidak halal, jadinya kita fokus pada lokasi tempat, estetika bangunan dan style tematik interior yang unik, konsep outdoor indoor yang menyatu, kenyamanan atmosfir ruang, pengunjung yang datang, dan harus instagramable. Harus itu.

Buat kami Bali serasa pulang ke rumah kedua. Menyusuri tempat dan kenangan om brewok semasa membujang di kerobokan batu belik, masa awal bersama iMom, dan masa kecil bahagia the brondong blues di jalan Suli Denpasar.

Libur tlaah usai. 
Yuuks pulang...




You Might Also Like

2 komentar

Subscribe